Selasa, 02 Oktober 2012

JOKOWI: PEMIMPIN YANG MERAKYAT

Sesuai jadwal dari KPUD DKI, tanggal 7 Oktober 2012 adalah hari pelantikan Gubernur – Wakil Gubernur terpilih. Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta putaran 2 yang berlangsung 20 September 2012 lalu telah dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Mereka berhasil mengalahkan pasangan petahana Fauzi Bowo (Foke) dan Nachrowi Ramli (Nara).  Jokowi yang merupakan Walikota Solo telah mengajukan pengunduran dirinya ke DPRD kota Solo dan telah diterima. Setelah ditandatangani oleh Mendagri, maka tidak ada lagi ganjalan bagi Jokowi untuk dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta 2012 -2017.

Kemenangan Jokowi – Ahok terasa sangat fenomenal. Di putaran pertama, pasangan ini meraih sekitar 43% suara dan mengalahkan 5 pasangan lainnya termasuk pasangan petahana. Memasuki persiapan selesai putaran pertama, seluruh partai lainnya yang jagoan mereka kalah bersatu mendukung pasangan petahana untuk mengeroyok pasangan Jokowi Ahok. Lucunya, dalam kampanye mereka di putaran pertama, para jagoan (yang telah kalah di putaran 1) seakan-akan bersatu menyerang pasangan petahana sebagai pasangan yang “gagal” memimpin dan membangun kota Jakarta. Di putaran kedua mereka justru “bersatu” mendukung pasangan petahana menyerang Jokowi Ahok. Di tengah “keroyokan” para elit partai didukung mesin partai yang bersatu, pasangan Jokowi Ahok berhasil memenangkan pemilihan putaran kedua dengan margin sekitar 6%. Koalisi Jokowi Ahok dengan rakyat justru berhasil mengalahkan “Koalisi Elit dan Partai Politik” yang mendukung Foke Nara. Ketika Quick Count mencapai sekitar 90%, dengan ksatria Foke menelepon Jokowi mengucapkan selamat atas kemenangannya.

Ada banyak analisa para pakar yang mencoba “menggali” alasan kesuksesan Jokowi Ahok. Tidak bisa dipungkiri, salah satu alasan utama menurut saya adalah kerinduan rakyat Jakarta untuk melihat perubahan & transformasi terjadi di kota Jakarta. Rakyat Jakarta sudah sangat kesal dengan kemacetan yang terjadi tiap hari, bahkan hingga malam hari. Masyarakat juga bosan dengan banjir yang hampir selalu melanda kota ini terutama saat musim hujan. Belum lagi masalah sampah, daerah kumuh & miskin juga masalah kekerasan & kriminalitas yang memprihatinkan. Rakyat Jakarta merindukan perubahan, dan mereka menilai Jokowi sebagai figur yang dapat diharapkan untuk menciptakan perubahan tersebut. Kemampuan Jokowi sebagai Walikota Solo yang berhasil mentransformasi kota tersebut sehingga dinobatkan sebagai salah satu dari 25 Walikkota terbaik di dunia menjadi satu alasan bahwa ia memiliki kapabilitas yang “sangat mumpuni” untuk merubah kota Jakarta. Tentu masih banyak alasan-alasan lainnya, tetapi beberapa beberapa pakar menilai faktor karakter justru menjadi pembeda Jokowi. Karakter Jokowi yang sederhana, merakyat dan penuh integritas justru yang dicari dan dicintai rakyat Jakarta sehingga memberikan dukungan padanya.

Jokowi adalah seorang yang sederhana. Sekalipun memiliki latar belakang pengusaha yang sukses yang kaya, Jokowi tetap hidup dalam kesahajaannya. Ia mampu makan di restoran mahal manapun tetapi ia terbiasa menikmati makanan di warung sederhana. Jokowi tidak pernah canggung membeli & makan gorengan dari penjual gorengan pinggir jalan. Ia biasa naik kendaraan umum jika bepergian, sebaliknya sebagai Walikota ia menolak kendaraannya dibuka oleh Voorijder. Jokowi bahkan berjanji tetap bertindak demikan ketika menjad Gubernur DKI. Jokowi tidak pernah canggung masuk dari satu rumah ke rumah, dari satu desa ke desa, dari satu pasar ke pasar lainnya untuk bertemu dan berbincang-bincang dengan rakyatnya. Ia terbiasa mendengar keluhan rakyatnya secara langsung, tidak birokratis. Jokowi bukanlah orang yang terbiasa dilayani, ia adalah seorang pelayan sederhana yang melayani. Jokowi menolak anggaran Rp. 1,2 milyard yang dipersiapkan DPRD DKI untuk biaya pembuatan pidato Gubernur dan Wakil Gubernur. Ia juga mengurangi biaya pelantikannya dengan menolak mendatangkan artis terkenal yang berbiaya mahal. Ia menganggap hal-hal tersebut sebagai pemborosan yang tidak perlu. Masih banyak hal lain yang dikerjakannya dalam kesederhanaannya.

Jokowi juga dikenal sebagai orang yang merakyat. Ia bukan saja bersimpati dengan rakyat, malahan ia berempati penuh dengan rakyatnya. Ia berusaha mengidentikkan penderitaan rakyat dengan dirinya. Latar belakang hidupnya yang berasal dari masyarakat miskin membuatnya senang “sependeritaan” dengan rakyat yang hidup susah. Jokowi adalah pemimpin yang Pro Rakyat. Ia tidak mengutamakan membangun mal yang memberikan citra “mewah” dan dapat mendatangkan lebih banyak “keuntungan”. Sebaliknya ia membangun pasar-pasar tradisional dan menjadikannya modern. Tidak pernah Jokowi menggusur rakyat demi pembangunan kota yang dikerjakannya, sebaliknya ia menggunakan pendekatan kemanusiaan untuk mendekati rakyatnya. Pernah ia mengajak makan para pedagang lebih dari 50 kali hanya untuk memahami perasaan mereka tanpa melakukan tindakan apapun. Ia membangun perumahan bagi masyarakat miskin. Ia juga memberikan sertifikat milik kepada rakyatnya, sesuatu yang sukar dimiliki rakyat kebanyakan. Jokowi bahkan tidak segan-segan memecat PNS yang mempersulit rakyat dalam mendapatkan pelayanan dari pemerintah. Jokowi juga menolak mengambil gajinya sebagai Walikota karena menurutnya dengan penghasilannya sebagai pengusaha keluarganya sudah hidup layak. Selain itu, menurutnya tidak pantas Walikota hidup nikmat dengan uang rakyat sedangkan rakyatnya masih banyak yang hidup susah. Singkat kata, Jokowi berusaha sungguh-sungguh dapat melaksanakan AMPERA (Amanat Penderitaan Rakyat) karena ia memahami keberadaanya sebagai pemimpin adalah untuk membawa kemajuan dan kemakmuran bagi rakyat. Memimpin adalah untuk melayani, bukan untuk dilayani. 

Salah satu karakter positif Jokowi lainnya adalah integritasnya. Ia terbiasa untuk jujur dan apa adanya. APBD kota Solo & penggunaannya disampaikannya secara transparan kepada masyarakat. Ia merasa tidak perlu menutup-nutupi sesuatu. Apa yang dikatakan sesuai dengan apa yang dibuatnya, demikian sebaliknya. Ketika ia turun ke bawah menjumpai rakyatnya, ia memang biasa melakukannya bukan hanya demi kampanye saja. Ketika ia makan tempe goreng di pinggir jalan, demikianlah dirinya dan bukan semata-mata demi pencitraan belaka. Ia pekerja keras yang senantiasa terbuka untuk dinilai orang lain karena dirinya sama di dalam dan di luar.

Bagaimana dengan teladan dari Guru Agung dan Tuhan kita Yesus Kristus? Filipi 2:6-7 menuliskan “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan dirinya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”. Yesus, Tuhan yang mulia, tidak datang ke dalam dunia dalam kemuliaan-Nya. Ia datang dalam segala kesederhanaan sekalipun malaikat tunduk menyembah-Nya. Ia lahir di kandang domba pinjaman. Ia melayani dengan tidak memiliki “tempat untuk meletakkan kepalanya”. Ia tidak memiliki emas dan perak, keledai apalagi kereka kuda pribadi sekalipun diri-Nya adalah Raja di atas segala raja. Ia mati dan dimakamkan juga di makam pinjaman sekalipun Ia adalah Sang Pencipta alam semesta. Yesus adalah Juru Selamat manusia yang hidup dengan sederhana. 

Mengapa Yesus bersedia menjadi manusia bahkan mati di kayu salib? Tentu karena kasih-Nya yang begitu besar kepada manusia. Tetapi mengapa Ia bersedia mengasihi manusia sedemikian rupa? Karena Yesus berempati & dapat merasakan penderitaan manusia dalam dosa. Ibrani 4:15 menuliskan “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa”. Ketika hidup sebagai manusia, Yesus telah merasakan semua penderitaan manusia sehingga Ia dapat berempati dengan manusia dan hidup “merakyat” sama dengan manusia biasa. Ia tidak memberi jarak dengan manusia sebaliknya Ia benar-benar hidup sama dengan manusia hanya tidak berbuat dosa.

Yesus menjalani kehidupan-Nya di muka bumi dengan penuh kejujuran dan integritas. I Petrus 2:22 menuliskan “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya”. Ini merupakan penggenapan Yesaya 53:9 “orang menempatkan kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada dalam mulutnya”. Integritas Yesus sangat jelas, Ia hidup apa adanya, bahkan Ia rela berkorban demi kejujuran dan integritas-Nya. Yesus adalah teladan Agung orang Percaya. 

Seperti apa kehidupan Hamba-hamba Tuhan? Saat ini ada “Sindrom Selebritis” yang sedang melanda banyak Hamba Tuhan. Merasa sebagai Pelayan Tuhan yang diurapi, hebat, penuh kuasa, karunia dan mujizat, ada Pendeta dan Penginjil yang berpikir mereka tidak pantas diperlakukan sebagai manusia ada umumnya. Jika diundang berkhotbah / melayani, mereka meminta pelayanan layaknya seorang selebriti: dijemput dengan mobil mewah, menginap di hotel bintang 5 dengan fasilitas “wah” dan penyambutan ala pejabat negara. Untuk itu mereka menetapkan “tarif” bernilai jutaan, puluhan bahkan ratusan juta sekali pelayanan. Bahkan ada seorang penginjil terkenal yang ke manapun pergi selalu dikelilingi oleh banyak “bodyguard” berbadan Rambo yang selalu siap membuka jalan dan memberi kenyamanan nomor wahid bagi “Sang Hamba Tuhan”. Para “Hamba Tuhan Selebriti” itu hanya bersedia diundang makan di restoran super mewah atau di hotel “5 berlian”. Makan tempe goreng di pinggir jalan seperti Jokowi? No way, tidak ada dalam kamus mereka. Gereja yang dapat mengundang mereka haruslah gereja besar minimal 500 orang dengan fasilitas “super”. Gereja kecil di gang sempit jangan harap dapat merasakan pelayanan mereka. Jawaban mereka sederhana: “Sibuk” atau “Jadwal saya sudah penuh” jika diminta melayani di gereja amigos (agak minggir got sedikit).

Sayangnya, ada juga “calon Hamba Tuhan” yang masih belajar atau baru lulus dari Sekolah Tinggi Teologi sudah “tertular virus Hamba Tuhan Selebriti” tersebut. Mereka menolak jika diminta Gembala Sidang menyapu ruangan atau membersihkan kamar mandi gereja. Mereka hanya mau melayani jika diminta berkhotbah di Kebaktian Umum hari Minggu pagi. Jika diminta untuk menaikkan doa syafaat atau membawa Firman Tuhan di Komsel akan ditolak dengan alasan orang awam pun bisa melakukannya.

Hamba Tuhan Selebriti mengidentikkan dirinya dengan jemaat yang kaya dan mewah, bukan dengan kebanyakan jemaat yang hidup menderita. Mereka hanya bersedia mengadakan pelayanan Konseling dan kunjungan pada jemaat “kelas atas”. Jemaat umumnya, biarkan staf gereja yang layani. Hamba Tuhan Selebriti ini, seperti juga Selebriti lain pada umumnya, memiliki hobi-hobi yang memakan biaya yang tidak sedikit: golf, mengkoleksi mobil mewah / motor gede dan lain-lain. Tidak ada sedikitpun rasa empati pada jemaat umumnya. Bagi mereka jemaat bukanlah domba-domba milik Tuhan yang harus dipelihara dan dilindungi dari para serigala melainkan domba-domba milik pribadi yang kapan saja bisa “diperah susunya” dan “dipotong bulunya” demi kebaikan Hamba Tuhan tersebut. “Datang untuk melayani? Bukan, justru untuk dilayani” menjadi motto mereka.

Tentu saja tidak perlu menanyakan integritas dan kejujuran para Hamba Tuhan Selebriti ini. Mereka bersedia melakukan apa saja untuk terus menikmati kemewahan dunia ini. Segala cara mereka “halalkan” sekalipun dengan label “pelayanan” atau “rohani” demi tinggal dalam kenyamanan hidup yang mereka pikir sangat pantas menjadi “upah” mereka sebagai Hamba Tuhan yang hebat dan diurapi.

Semoga tidak ada seorangpun dari kita yang memiliki Sindrom Selebriti seperti tulisan di atas. Sebaliknya, biarlah kita semua menjadi seperti Tuhan Yesus, Pemimimpin Hamba yang sederhana, merakyat dan penuh integras. Jika belum mampu meneladani Kristus, setidaknya kita dapat belajar dan meneladani seorang Jokowi. Jokowi tidak mengenal Kristus tetapi dalam beberapa ia hal justru ia telah “meneladani” Kristus. Mari kita belajar dari Jokowi: Gubernur DKI yang sederhana, merakyat dan bertintegritas. Ia datang untuk melayani, bukan untuk dilayani. Jika pemimpin DKI seperti demikian, bagaimana dengan kita sebagai Hamba-hamba Tuhan GSJA DKI Jakarta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda.